Shadi Khan Saif
Asia Calling/ Leverkusen, Jerman
05/07/2013
Pria Jerman berusia 26 tahun,
Maxim Derenko mengunjungi India tahun lalu dan terinspirasi untuk menciptakan
kembali Festival Holi di tanah airnya.
“Kami sangat kagum atas ide acara tersebut,
yang berarti kesetaraan, di Jerman sendiri masih terjadi ketidaksetaraan jadi
kami ingin menyampaikan pesan kesetaraan kepada penduduk Jerman. Kebahagiaan
ini, perasaan ini disampaikan melalui bubuk berwarna yang merupakan simbol
kesetaraan, kami menginginkan hal yang sama.”
Semenjak pelayaran Chrisopher
Columbus di abad ke 15, budaya India yang penuh warna selalu menginspirasi
Eropa. Tapi sekarang, menembus batasan laut – budaya India dapat ditemukan di
daratan eropa.
Ditandai dengan warna-warni Indah
dan datangnya musim semi. Upacara keagamaan, Festival Holi adalah produk india
yang mulai dikenal banyak negara.
Di Jerman sendiri. Kaum muda-mudi mulai merangkul tradisi
ini.
Namun berbeda dengan perayaan di
India, perayaan di eropa diselenggarakan pada lapangan besar terbuka dan anda
diharuskan membayar tiket masuk.
Maxim dan temannya mengadakan
acara tersebut dan berencana untuk menyelenggarakannya di segala penjuru eropa.
Meenggunakan musik dan cita rasa
barat, perayaan Holi menjadi berbeda dengan sentuhan eropa.
Sejauh ini acara tersebut dapat
dikatakan sukses, dengan 15 ribu peserta yang masing-masing diharuskan membayar
170 ribu rupiah untuk tiket masuk.
Maxim mengatakan orang-orang
menyukai konsep acara tersebut.
“Kebudayaan india sangat terkenal
di Eropa khususnya di Jerman, orang menyukai makanan India, budaya India, kami
juga sedang melakukan sesuatu tentang film bollywood, kami telah berbicara
dengan kedutaan besar dan dinas pariwisata India, kami mendukung mereka sepenuhnya
dan ini membawa kebaikan bagi semua pihak.”
Di gerai makanan, kari india
diperjualbelikan di bawah spanduk yang bertuliskan “holy food” atau makanan
suci.
Makanan lezat India adalah salah
satu daya tarik acara tersebut, dan para peserta rela mengantri untuk dapat
menyicipi makanan India.
Di luar festival, kaum imigran
India di Jerman mendirikan basis penggemar India.
Manu Puri berasal dari Punjab,
India beberapa tahun lalu dan membuka restoran di kota Bonn. Bisnisnya berhasil
dan sekarang dia berencana untuk mengembangkan bisnisnya di tempat lain.
“Bisnis saya berjalan dengan
baik, ada kecintaan terhadap India di sini. Mereka mencintai makanan dan budaya
India, kami memiliki pelanggan yang pergi dan tinggal di India selama enam
bulan setiap tahunnya.”
Industri film India memainkan
peranan penting dalam memenuhi kegilaan akan India. Setiap tahun bintang film
India mengunjungi Festival Film Jerman, Berlinale.
Shah Rukh Khan yang tahun lalu
mempromosikan filmnya ‘Don’, merupakan nama yang sudah tidak asing lagi di
Jerman.
Tapi penghargaan akan hal-hal
berbau India baru terjadi di Jerman.
Pada tahun 2000, politisi terkemuka Jerman Jurgen Ruttgers
membuat penyataan controversial yang mengatakan “Kinder statt Inder” yang
berarti
“Children instead of Indians”
atau Anak bukan orang india. Ruuger, seperti nasionalis Jerman lainnya,
mengkritisi jumlah imigran India di Jerman.
Nisa Punnamparambil-Wolf adalah
seorang penulis asal India Selatan.
Dia menulis buku untuk melawan Kinde-statt Inder di Jerman
dan dalam bukunya dia mengeksplorasi beragam pemikiran tentang India.
“Kami mempunyai cerita tentang seorang India
yang merasa inilah rumah kami dan kami adalah orang jerman meskipun secara
fisik kami India. Dan dalam buku ini kami juga mempunyai cerita tentang
Dipstesh atau yang mengatakan bahwa “sebuah masyarakat multicultural tidak
mungkin terjadi di Jerman.” Jadi ada beberapa cara yang dapat membuat seseorang
terombang-ambing di antara dua budaya, tapi tidak semua orang merasa seperti
itu.”
Mengingat Festival Holi baru saja
diselenggarakan di Jerman, Nisa mengatakan tidak peduli tentang apakah budaya
india yang disampaikan di Jerman itu bener-benar asli atau sebuah strategi
marketing.
“Saat ini, ada beragam hal yang
berbau India di Jerman dan tentu saja festival Holi adalah yang paling terkenal
sekarang namun itu tidak ada kaitannya dengan Holi tapi akan selalu ada budaya
dan masyarakat yang dinamis dan kita bisa suka atau tidak suka. Itu akan datang
dan pergi,” tutur Nisa.
“Dan siapa yang tahu, maksud saya
ketika saya masih kecil Halloween tidak pernah dirayakan di Jerman dan sekarang
sudah menjadi bagian dari budaya Jerman. Jadi mungkin ini adalah sebuah
jembatan, jembatan yang biasa menghubungkan budaya dan bangsa Jerman, muda mudi
Jerman tidak akan pernah tahu soal India jika mereka tidak ambil alih dalam
festival Holi.”
Yoga dan tari klasik India juga
mulai populer.
Di kota Koln, perempuan Jerman
beruia 55 tahun menggunakan nama Madhavi Mandira ketika dia mengajar kelas tari
klasik India.
Madhavi mengatakan sebagian besar muridnya adalah orang
jerman.
“Seni ini masih belum banyak
ditemui di Jerman seperti tarian lainnya macam Salsa dan Flamenco yang jauh
lebih mudah tapi tari klasik India mengharuskan anda untuk pergi ke luar dan
mencari orang-orang yang minat yang sama dan bukan kelompok besar tapi
seseorang yang akan sungguh-sungguh mempelajarinya.”
Kembali ke festival Holi, Muda
mudi Jerman melemparkan bubuk berwarna kepada satu sama lain. Dan para gadis
menaruh bindi yang berwarna cerah – yang merupakan simbol pernikahan di India –
pada kening mereka.
Walaupun para peserta tidak
mengetahui makna sebenarnya dari Holi atau bindi…mereka terlihat bahagia
menikmati acara tersebut.
Artikel ini pertama
kali disiarkan di Asia Calling, program berita radio
aktual dari kawasan Asia yang diproduksi KBR68H, kantor berita radio independen
di Indonesia. Asia Calling disiarkan dalam bahasa lokal di 10 negara di Asia.
Temukan cerita lainnya dari Asia Calling di www.portalkbr.com/asiacalling dan dengarkan relay programnya di BAFP RADIO STREAMING setiap Rabu jam 20.00 WIB dan Minggu jam 20.00 WIB
No comments:
Post a Comment