Wednesday, May 2, 2012

Pastor Lingkungan Filipina Dapat Penghargaan Internasional


Pastor Lingkungan Filipina Dapat Penghargaan Internasional

Madonna T.  Virola
Asia Calling/Pulau Mindoro, Filipina

Romo Edwin  Gariguez menjadi terkenal setelah menghadapi para penambang multinasional dan menang.

            Kini sang romo Filipina ini mendapatkan penghargaan global atas perjuangannya.
Ia adalah salah satu dari enam pemenang Penghargaan Lingkungan Goldman di Amerika Serikat, penghargaan untuk para pahlawan yang berjuang pada tingkat akar rumput. Tiga tahun lalu, Pastor  Ediwn memimpin aksi mogok makan yang mengubah nasib satu tambang nikel di Pulau Mindoro.

            Kejadian di tahun 2009 itu, saat Pastor Edwin memimpin 25 orang dalam suatu aksi mogok makan di ibukota Manila. Orang-orang etnis Mangyan, para petani dan pendeta mengikuti aksi itu selama 11 hari.

            Mereka berdemo melawan keputusan pemerintah yang mengizinkan perusahaan pertambangan Norwegia Intex untuk beroperasi di Pulau Mindoro. Pemerintah memberikan mereka Sertifikat Kepatuhan Lingkungan atau  Environmental Compliance Certificate (ECC).

            Perusahaan itu ingin menambang ratusan juta ton nikel di bawah tanah seluas 11.000 hektar di pulau itu – satu rencana yang disebut sebagai Proyek Nikel Mindoro. Potensi nikel di Mindoro diperkirakan yang terbesar di dunia.

“Aksi mogok makan semula diikuti 25 orang. Yang tersisa hanya 8 orang, karena banyak di antara mereka yang kemudian masuk rumah sakit. Banyak yang menyerah. Tapi mereka yang tersisa berjanji akan terus berjuang hingga tuntutan kami dipenuhi,” tutur Edwin.

            Pemerintah pusat tetap memberikan izin kepada perusahaan itu meski ada peraturan yang dikeluarkan Pemerintah Provinsi Mindoro Oriental pada 2002 lalu yang melarang penambangan besar-besar selama 25 tahun.
            Pakar lingkungan mengklaim 20 ribu anggota suku Mangyan yang tinggal di daerah itu akan kehilangan tempat tinggalnya karena pertambangan itu.

            Proyek itu juga  menggangu sumber air terbesar yang mengairi 40 ribu hektar sawah. Padahal Mindoro dikenal sebagai lumbung makanan Manila.

            Untuk mendorong perjuangan ini, Pastor Edwin membantu mendirikan Alliance Against Mining atau Aliansi Melawan Pertambangan – sebuah jaringan organisasi masyarakat madani, gereja dan pemerintah lokal, yang dibuat untuk menentang pertambangan itu.
            Pemimpin suku Mangyan, Librada Isidro yang ikut dalam aksi mogok itu mengatakan: “Tanah kami akan dihancurkan,  dan yang tersisa adalah pasir dan debu. Saya tidak yakin kalau perusahaan itu punya teknologi baru dan aman pada lingkungan. Kami sendiri tidak menyentuh tanah itu karena begitu keramat bagi kami.”

            Mogok itu mendesak Departemen Linkungan Hidup dan Sumber Daya Alam atau DENR, untuk berubah.

”Pada hari yang ke-11 mogok makan kami, sekretaris DENR bernegosiasi dan sepakat untuk sementara mencabut ECC. Tanpa ECC, perusahaan itu tidak bisa melanjutkan pekerjaannya, itulah statusnya sekarang. Proyek itu untuk sementara dicabut, dan itu terjadi karena mogok makan, tapi bukan hanya karena saya,” tegas Romo Edwin.

            Bagi Pastor Edwin, ini adalah kemenangan bagi semua orang di Pulau Mindoro.

            ”Ini adalah pesan yang baik untuk disampaikan kepada pemerintahan yang berkusa, khusunya pemerintahan Presiden kami. Bahwa kalau mereka meneruskan kebijakan yang yang lama untuk mempromosikan pertambangan, mereka harusnya juga punya kebijakan yang tepat untuk melindungi lingkungan.”

            Kebijakan nasional Filipina sangat mendorong masuknya investasi asing dalam sektor pertambangan, tapi ini mengancam lingkungan.

            Pastor Edwin yang juga Sekretaris Eksekutif  dari Sekretariat Nasional untuk Tindakan Sosial, bagian sosial Konferensi Uskup Katolik menggunakan posisinya untuk menyerukan satu moroatorium penambangan nasional.

            Seruan itu semakin kuat. Pasalnya pada Januari lalu, satu konferensi internal penambangan yang diadakan di Filipina dengan tuntutan serupa.

            Mereka juga meminta pembatalan Undang-undang Pro-Industri tahun 1995, dan mendorong satu hukum lingkungan yang baru untuk diloloskan parlemen.
            Dan sejumlah pemerintah lokal sudah meloloskan sejumlah peraturan daerah yang menolak pertambangan.

            ”Saya hanya melakukan apa yang mesti saya lakukan. Dalam kampanye, Anda tidak berhenti.  Anda tetap menciptakan sesuatu untuk dimenangkan pada putaran berikutnya. Apa yang menurut Anda baik untuk kampanye maka itulah yang akan membantu menangkan kasus Anda, yang bisa mengerahkan orang supaya mendukung Anda dan masyarakat,” tutur Edwin.

            Tapi di Pulau Mindoro – tak jelas apa yang terjadi pada penangguhan izin, karena sekarang Proyek Nikel kembali berlanjut.

            Baru-baru ini Intex menandatangani sebuah perjanjian dengan perusahan konstruksi milik Cina untuk memulai proyeknya. Dan mereka berencana untuk memproduksi nikel pada tahun 2015.

            Pemerintah pusat belum menanggapi berbagai pertanyaan untuk menjelaskan apakah izin linkungan ini sudah diaktifkan kembali atau tidak.

            Gubernur Mindoro Oriental dan Midoro Occidental telah mengirim petisi gabungan kepada Kantor Lingkungan Nasional tahun lalu, dengan tuntutan izin Intex dibatalkan secara permanen, karena sangat ditentang masyarakat.

            Dan kini Gubernur Mindoro Oriental memerintahkan polisi dan tentara untuk menyita kendaraan perusahaan tersebut untuk menghentikan pekerjaan di tambang itu.
            “Selama kampanye kami, kami punya dorongan untuk memberikan darah segar dalam kampanya, kami butuh orang-orang yang bisa ditempatkan pada barisan ke-dua,” kata Edwin.

            Ia berencana untuk menggunakan sebagian penghargaan senilai lebih dari 1 milyar rupiah ini untuk beasiswa bagi anak muda.

“Saya berharap banyak dari orang-orang muda. Mereka punya keinginan yang besar; semangat, mimpi dan cita-cita. Itulah satu masa dalam hidup dimana Anda merasa bisa melakukan banyak hal.  Ada satu dunia untuk dijelajahi, kehidupan yang harus dijalani dan dialami.”



Artikel ini pertama kali disiarkan di Asia Calling, program radio aktual dari kawasan Asia yang diproduksi KBR68H, kantor berita radio independen di Indonesia. Asia Calling disiarkan dalam bahasa lokal di 10 negara di Asia. Temukan cerita lainnya dari Asia Calling di www.asiacalling.org. dan dengarkan relay programnya di  BAFP RADIO STREAMING setiap Rabu jam 20.00 WIB dan Minggu jam 20.00 WIB

No comments:

Post a Comment