Tuesday, May 1, 2012

Anita Naree, Duta Besar Toilet India


Anita Naree, Duta Besar Toilet India

Shuriah Niazi
Asia Calling/ Desa Jheedtudhana, Madhya Pradesh, India

Mei lalu Anita Narre menikah dengan seorang buruh harian Shivram Narre.

Tapi dia langsung meninggalkan rumah di malam pertama setelah upacara pernikahannya begitu tahu tak ada toilet di rumah tersebut.

            “Saya katakan sama dia, kalau dia ingin saya kembali ke rumah, kamu harus membangun toilet. Saya tidak  bisa pergi buang air besar ke luar. Saya tidak terbiasa. Dan kamu harus melakukannya demi saya.Saya tidak punya masalah dengan kamu, kecuali soal yang satu itu,” ujar Anita.

“Saya tidak pernah berpikir seorang perempuan bisa melakukan hal itu pada malam pertama pernikahannya. Saya tidak punya pilihan. Jadi saya mendekati kepala desa,  dan  beberapa warga desa membantu saya membuat toilet itu dalam delapan hari,” kata Shivram belum hilang rasa terkejutnya.

            Separuh penduduk India tidak punya toilet di rumah – artinya, lebih banyak orang di negeri itu yang buang air besar di tempat terbuka, dibandingkan tempat lainnya di dunia.

            Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan, ini adalah praktek sanitasi yang paling berbahaya.

            Pada Februari, salah satu menteri mengklaim perempuan lebih memilih punya telpon genggam ketimbang toilet.

            Tapi tidak begitu dengan Anita. Perempuan, 20 tahun, berasal dari negara bagian Madhya Pradesh ini, kini duta besar toilet.

            Pasangan Anita dan Shivram tinggal di Jheedtudhana, satu desa kesukuan yang berjarak 180 kilometer dari ibukota negara bagian Madhya Pradesh. Secara budaya, warga desa menganggap toilet di dalam rumah sebagai hal yang kotor – juga mahal karena memakan biaya sekitar 27,5 juta  rupiah lebih.

            Berdasarkan data baru-baru ini lebih dari 70 persen keluarga di negara bagian, buang air besar di tempat terbuka.

Tapi ini tentunya lebih sulit untuk para perempuan. Pasalnya mereka  harus menunggu sampai malam supaya bisa punya sedikit privasi – tapi itu pun mereka terancam diserang orang lain. Sebagian malah sengaja minum dan makan lebih sedikit supaya tak perlu buang air terlalu sering.

            Anita beruntung – sebagai anak perempuan dari seorang guru, kedua orangtuanya punya toilet di dalam rumah. Permintaan Anita untuk mendapatkan toilet tak semata-mata untuk alasan kebersihan.

            “Setiap perempuan berhak untuk menjalankan hidup yang bermartabat, dan mereka harus berjuang untuk mendapatkannya. Menurut saya perempuan tidak aman membuang air besar di luar.  Mereka menghadapi banyak kesulitan dan sering mengalami pelecehan,” ujar Anita.

            Setelah permintaan Anita ini, keluarga lainnya di desa itu terinspirasi untuk membuat toilet.
Karena keberaniannya, Anita mendapatkan hadiah uang lebih 90 juta rupiah dari Sulabh International, sebuah LSM yang mempromosikan sanitasi. Uang diberikan oleh Menteri Pembangunan Daerah Pedesaan, Jairam Ramesh.

            Sebulan sebelumnya, dalam acara peluncuran laporan Tujuan Pembangunan Milenium Asia-Pasifik, Ramesh mengatakan, sanistasi adalah masalah yang sulit bagi para perempuan.

            "Ini menyangkut perubahan perilaku, dan para perempuan lebih meminta telfon seluler. Mereka tidak mau toilet. Cara pemikiran seperti itulah yang kami harus atasi.  Enam puluh persen dari kasus buang air besar di tempat terbuka terjadi di India, di negara di mana ada 700 juta telfon genggam. Jadi faktor permintaan sangat penting."

            Di desa Anita, sekarang permintaan itu sudah ada – dan juga di tempat lainnya.

            Banyak orang yang yakin, contoh yang ia buat akan memotivasi anak-anak perempuan India untuk memasukkan keberadaan toilet dalam syarat perjodohan mereka.

            “Para perempuan di India ingin toilet, dan bukan telfon genggam. Tapi sulit bagi para lelaki untuk mengerti perasaan perempuan. Mereka harus mengerti, martabat lebih penting dari apapun,” ujar Anita. 

            Pemerintah pusat bekerja selama 10 tahun lebih untuk membangun fasilitas sanitasi di daerah pedesaan, lewat program Total Sanitation Campaign. Tahun lalu, kampanye ini dianggap gagal karena warga desa menggunakan toilet baru mereka sebagai tempat penyimpanan, mandi dan mencuci pakaian.

            Tapi kini, pemerintah mengambil resiko dan berjanji, dalam 10 tahun mendatang daerah pedesaan bakal bebas dari perilaku buang air besar di tempat terbuka. Para perempuan akan memainkan peran baru dalam kampanye ini dengan menekankan pentingnya  keamanan dan martabat.

            Candrashekhar Borkar. kepala pemerintah distrik Bentul, mengatakan,“Saya sudah menyampaikan proposal untuk membuatnya sebabai duta besar distriknya, untuk mendukung para warga desa supaya membuat sanitasi yang layak. Menurut saya, dia adalah orang yang tepat untuk meningkatkan kesadaran di daerah kesukuan.”



Artikel ini pertama kali disiarkan di Asia Calling, program radio aktual dari kawasan Asia yang diproduksi KBR68H, kantor berita radio independen di Indonesia. Asia Calling disiarkan dalam bahasa lokal di 10 negara di Asia. Temukan cerita lainnya dari Asia Calling di www.asiacalling.org. dan dengarkan relay programnya di  BAFP RADIO STREAMING setiap Rabu jam 20.00 WIB dan Minggu jam 20.00 WIB

No comments:

Post a Comment