Thursday, April 19, 2012

Menyiasati Pelarangan Buku oleh Pemerintah Cina di Hong Kong


Menyiasati Pelarangan Buku oleh Pemerintah Cina di Hong Kong
Lam Li (Asia Calling/Hong Kong)

Li pengusaha yang tinggal di Beijing dan sering bepergian ke Hong Kong. Dan saat ia ke sana, ia kerap berburu buku-buku yang dilarang Cina di toko buku bandara.
 “Awalnya saya membeli buku-buku yang dilarang dari Hong Kong sekitar tujuh atau delapan tahun lalu, saat kunjungan pertama saya ke sana. Bandara ini punya berbagai pilihan buku seperti itu. Ada puluhan judul yang bisa dipilih. Sekarang dengan perubahan kepemimpinan di Cina, ada banyak cerita menarik dibalik itu.”
Li-yang bukan nama sebenarnya-sudah punya beberapa buku soal politik terbaru yang laris manis. Diantaranya berjudul “The Jostling for Positions ahead of the 18th Congress” dan “Princeling Clans and the 18th Congress”.
            Kongres Nasional ke-18 Partai Komunis adalah peristiwa bersejarah yang menentukan pemimpin tertinggi Cina untuk 10 tahun berikutnya. Buku-buku itu mengungkapkan manuver para pemimpin saat ini untuk menempatkan sekutu terpercaya yang menggantikan mereka. Buku lain yang dilarang oleh pemerintah berjudul “The Inside Stories of Wang Lijun  versus Bo Xilai ”.
            Bo Xilai masih menjadi pemimpin Partai Komunis di kota Chongqing ketika sering menyanyikan lagu ini. Liriknya berbunyi ' tidak ada Cina baru jika tidak ada Partai Komunis". Ia adalah kandidat favorit menjadi pemimpin utama partai.
Tapi sebuah skandal membuat dia dipecat bulan lalu. Berita tentang skandal-yang meliputi tuduhan korupsi- diblokir dari media-media di Cina, termasuk forum internet dan mikroblog. Ivy Ding  dari Beijing membeli sebuah buku dari Hong Kong yang mengklaim berisi tentang kejadian itu.
“Saya lebih tertarik terhadap proses dan cerita-cerita di balik itu. Saya ingin tahu rincian yang lebih konkret, bukan hanya yang ada dilaporkan media resmi Cina. Setiap kali ada perombakan di level politik atas, buku-buku yang membocorkannya bermunculan di Hong Kong. Penerbit bereaksi sangat cepat, mereka sangat tepat waktu,” ungkap Ivy.
            Menjual buku-buku yang dilarang di Cina adalah bisnis yang menjanjikan di Hong Kong. Beberapa toko punya rak khusus yang disebut "Dilarang di Cina" dengan berbagai buku tentang politik, seksualitas dan agama. Bahkan ada toko yang mengkhususkan diri menjual buku-buku yang dilarang di Cina daratan.
Dan penjualannya bagus kata Chan  – bukan nama sebenarnya-yang bekerja di salah satu toko.  “Penjualan buku-buku ini sangat bagus, terutama tahun ini; terutama yang judulnya tentang Kongres. Sebagian besar pembeli orang Cina dari daratan.” 
            Salah satu penjualan terbesar dalam beberapa tahun terakhir adalah sebuah buku berjudul “Prisoner of the State” atau “Tahanan Negara”. Diterbitkan tahun 2009, berisi memoar bekas Perdana Menteri Cina, Zhao Zhiyang , yang dipecat setelah protes di Lapangan Tiananmen tahun 1989.
            Pemerintah melarang buku ini tapi 14 ribu eksemplar buku itu telah terjual habis di Hong Kong pada hari pertama dirilis. Chan mengatakan toko menjalin hubungan yang erat dengan para pelanggan mereka di Cina daratan.
            “Kami punya layanan pengiriman. Kami memberikan kartu nama dengan nomor ponsel untuk pelanggan agar bisa menghubungi kami dan kami tetap berhubungan. Pelanggan dari Cina daratan bisa mendapatkan informasi soal terbitan baru dan memesannya melalui pesan pendek. Kami akan mengapalkannya ke daratan Cina.”
            Konstitusi Cina mendukung kebebasan berbicara dalam media - tapi juga mengatakan rakyat harus mempertahankan 'keamanan, kehormatan, dan kepentingan tanah air'. Siapa pun yang menerbitkan materi yang dianggap bisa menimbulkan kemarahan atau atau membahayakan keamanan negara, bisa dituntut.
            Tapi Hong Kong adalah bekas koloni Inggris yang mempertahankan kebebasan berbicara setelah kembali ke pemerintahan Cina pada 1997. Hong Kong dijalankan di bawah pengaturan yang disebut “satu negara, dua sistem”.
Li percaya ini yang membuat Hong Kong unik.
             “Hong Kong merupakan medan pertempuran ideologis bagi politik Cina. Informasi dan berita tertentu sengaja dibocorkan di sana untuk menguji reaksi. Seperti ekspor yang dimaksudkan untuk dijual kembali untuk konsumsi dalam negeri; Ini adalah cara untuk menguji dan mempengaruhi iklim politik di Cina.”   
            Larangan itu membuat penyelundupan buku ke Cina daratan lebih rumit, kata Ivy Ding, salah satu pembaca. Dia berbagi beberapa tip membawa buku dengan aman saat kembali ke Cina.
             “Misalnya, bila sampul buku bisa dilepas, saya akan melepasnya atau menutupinya dengan sampul yang lain. Jika jumlahnya sedikit, bisa saya masukkan  ke dalam tas jinjing. Tapi jika saya membeli lebih dari 10 buku, saya akan membaginya dengan beberapa teman seperjalanan, masing-masing bawa dua buku.”
            Li pernah sekali diberhentikan di penyeberangan darat antara Hong Kong dan Shenzhen, kota di Cina Selatan.  Dia berdebat dengan petugas bea cukai.
             “Saya bilang mengapa Anda tidak memberitahu kami buku-buku yang dilarang, jadi saya tahu mana yang tidak boleh dibeli? Tunjukkan pada saya daftar dan peraturan atau yang lainnya? Bagaimana saya tahu kalau melanggar peraturan? Tapi petugas itu diam saja. Dia tidak mau atau tidak bisa menunjukkan daftarnya. Akhirnya mereka memberi saya sebuah catatan yang menyebutkan buku-buku itu telah disita, dan meminta saya tetap tinggal di Shenzhen besok, dan lusanya sampai pemberitahuan lebih lanjut.”  
            Li tidak pernah didenda atau dihukum karena membeli buku yang dilarang tapi kini dia menghindari membeli dalam jumlah besar.
Artikel ini pertama kali disiarkan di Asia Calling, program radio aktual dari kawasan Asia yang diproduksi KBR68H, kantor berita radio independen di Indonesia. Asia Calling disiarkan dalam bahasa lokal di 10 negara di Asia. Temukan cerita lainnya dari Asia Calling di www.asiacalling.org. dan dengarkan relay programnya di  BAFP RADIO STREAMING setiap Rabu jam 20.00 WIB dan Minggu jam 20.00 WIB

No comments:

Post a Comment