Saturday, April 7, 2012

Korban Penyiraman Zat Asam di Pakistan Berjuang Menghadapi Dunia


Korban Penyiraman Zat Asam di Pakistan Berjuang Menghadapi Dunia
Naeem Sahoutara (Asia Calling/Lahore, Pakistan)
“Saya tidak mau mengingat masa lalu saya karena itu akan membuka semua kisah hidup saya.”
Hari ini merupakan ulang tahun perkawinan Sabra Sultana, tapi ia ingin melupakan apa pun yang terkait dengan pernikahannya itu.
 “Suami saya punya perasaan rendah diri karena ia lebih tua dari saya. Ia suka cemburu dan tidak membolehkan saya berada di teras walau saya pakai burka. Dia tidak akan membiarkan saya pergi kemanapun sendirian dan tidak mau mengajak saya bersamanya karena saya sangat cantik dan pria lain akan melirik saya,” ujar perempuan berusia 34 tahun ini.
“Ipar saya juga tidak suka pada saya karena saya tidak bawa mas kawin. Suatu hari mereka semua bertengkar dengan saya dan kemudian saya dibakar. Semua ini terjadi di tahun pertama pernikahan kami.”
            Nama Sabra artinya sabar. Ia memakai kerudung dan coba menutupi wajahnya. Di wajahnya terdapat bekas luka berwana gelap, kulitnya tertarik dan bicaranya tidak jelas. Matanya yang indah menatap dari bawah alis palsu dan hidung buatan.
            Sabra adalah satu dari ratusan korban penyiraman zat asam atau dibakar dengan minyak tanah di Pakistan.
            Para pelakunya tidak hanya para suami, tapi juga para pria yang lamarannya ditolak. Mereka ingin memastikan perempuan yang menolak mereka tidak akan pernah menikah.
            Pakistan merupakan negara pertama di Asia Selatan yang mengenalkan hukum yang keras terhadap para pria yang meyiramkan zat asam kepada perempuan. Para pelaku dianggap melanggar UU anti terorisme dengan hukuman penjara seumur hidup dan denda yang berat. Tapi praktik itu masih berlangsung.
            Nida Malik, 14 tahun, dan kakaknya yang berusia 16 tahun juga dilempari zat asam bulan lalu.
            “Kami baru saja pulang dari pabrik saat pengendara motor tiba-tiba lewat dan menyiramkankan asam pada kami. Padahal sebenarnya teman kami, Uzma, yang menolak lamaran sepupunya. Jadi pria itu ingin memberi dia pelajaran. Itu sebabnya dia menyiramkan asam karena Uzma ada bersama kami hari itu. Ini tidak adil buat kami,” ungkap Nida.
            Kekerasan terhadap perempuan di Pakistan meningkat dalam beberapa tahun terakhir.
            Ratusan kasus pembunuhan, pemerkosaan, penculikan, kawin paksa dan penyiksaan dilaporkan terjadi setiap tahun.
            Tapi membakar perempuan dengan zat asam menjadi cara yang paling mudah dan murah untuk membalas dendam.
            Ayah Nida, Nazeer Malik, menangis saat membayangkan masa depan kedua putrinya.
            “Anak-anak perempuan selalu dibesarkan dengan cinta. Tapi, siapa pun akan berpikir ulang sebelum menikahi anak perempuan saya karena luka itu meninggalkan cacat pada kehidupan mereka.”
            Ia juga tidak bisa mendapatkan perawatan bagi luka-luka putrinya karena biayanya mencapai jutaan rupiah.
            Tapi ada sebuah organisasi swasta dengan gerakan DepilexSmile Again yang merehabilitasi para korban pembakaran.
            Mussarat Misbah, kepala jaringan salon kecantikan Depilex, mengatakan,“Tahun 2003, seorang gadis berjalan ke kantor saya. Wajahnya ditutupi selendang. Saat saya pulang kantor malam hari, dia bilang butuh bantuan dan dukungan. Saya pikir dia ada di sini untuk minta bantuan keuangan. Dia bilang tidak.
“Dia ingin saya melakukan sesuatu pada wajahnya dan ia membuka selendangnya. Saya melihat seorang gadis yang benar-benar tanpa wajah, matanya hanya satu, tidak ada hidung hanya sebuah lubang  dan lehernya menempel di dagunya. Pada waktu itu saya sangat syok dan saya terduduk. Inilah awalnya karena dia datang kepada saya, berpikir kalau saya adalah seorang ahli kecantikan dan saya akan membuatnya cantik.”
            Mussarat mengawali proyek Depilex SmileAgain untuk membantu para korban pembakaran asam dan minyak tanah di pusat rehabilitasinya di beberapa kota. Dana awalnya berasal dari keluarga dan teman-temannya.
            Mereka telah membantu lebih dari 300 pasien dengan biaya perawatan gratis dan mencarikan pekerjaan dan tempat tinggal bagi mereka. Banyak korban yang direhabilitasi mengatakan mereka mendapatkan semuanya kecuali keadilan.
Persidangan mereka ditunda dan penyidik polisi tidak terlalu menaruh perhatian pada kasus itu karena mereka sudah disuap para pelaku penyerangan.
Salah satu korban, Anum Ahmed, 16 tahun, sedang istirahat makan siang dari pekerjaannya di salon kecantikan Depilex di Lahore. Besok dia akan menempuh perjalanan sejauh 50 kilometer ke kampung halamannya untuk  memperjuangkan kasusnya di pengadilan.
             “Saya akan ke sana besok dan menghabiskan dua atau tiga hari untuk mengunjungi pengadilan. Saya ingin mereka untuk menghukum pria itu berdasarkan UU baru dengan hukuman 14 tahun penjara dan denda Rp 100 juta. Setiap kali sangat sulit bagi saya untuk pergi ke sana, tapi ketika saya ke pengadilan, saya mendapatkan tanggal baru untuk sidang berikutnya. Itu karena terdakwa tidak memakai pengacara, dan dia berharap saya akan bosan dengan penundaan dan pergi dari daerah itu. Saya tidak mendapatkan keadilan. Jika ada keadilan, situasinya tidak akan seperti ini.”
            Menyusul kritik tajam kelompok pembela HAM, parlemen Pakistan mengesahkan UU pada Desember tahun lalu. UU itu menaikkan hukuman bagi pelaku serangan dengan cairan zat asam. Pemerintah mengatakan UU itu sangat diperlukan.
            Anggota parlemen Khalil Tahir Sandhu, anggota Komite Hukum dan Hubungan Parlemen bentukan pemerinta di provinsi Punjab, mengatakan,“Secara internasional, tidak ada dampak baik kejadian semacam ini. Sekarang, ini tercakup dalam UU anti-terorisme karena harus ada semacam hukuman bagi penjahat dan pelaku, yang melakukannya terhadap perempuan dan anak perempuan bagi balas dendam pribadi mereka. Karena itu, perlu menempatkan UU ini di bawah pengaruh hukum anti-terorisme.”
            Pada hari perempuan sedunia, Gubernur Provinsi Punjab, Muhammad Shahbaz Sharif, mengumumkan fasilitas perawatan gratis bagi korban serangan asam.  Ia juga menjamin keadilan yang cepat bagi korban berdasarkan UU baru ini.
            Namun, anak-anak perempuan Nazir Malik belum mendapat bantuan apapun dari pemerintah.
            “Para politisi datang kemari dan menjanjikan pengobatan gratis tapi praktiknya tidak ada. Saya juga kehilangan pekerjaan karena saya harus pergi ke pengadilan dan rumah sakit. Jadi, saya masih menunggu Gubernur Shahbaz Sharif datang dan membantu saya.”
            Aktivis HAM, Mumtaz Mughal, juga menanti aksi dari Gubernur. Ia ingin melihat koordinasi yang lebih baik antardepartemen di pemerintahan dan UU baru itu dilaksanakan.
            “Pemerintah tidak punya cara untuk mengumpulkan statistik soal berapa banyak perempuan yang jadi korban dan kekerasan apa yang terjadi di Pakistan. UU yang ramah perempuan merupakan langkah awal yang baik tapi kita perlu dukungan mekanisme. Misalnya hukum mengenai pelecehan di tempat kerja atau UU anti-penyerangan dengan asam yang telah dibuat. Ini baik, tapi kita tidak punya struktur pendukung untuk bergerak maju. “
“Kita perlu memperbaiki peradilan karena hakim perempuannya sangat sedikit, sementara hakim laki-laki tidak terlalu memperhatikan kasus-kasus perempuan. Lingkungannya tidak menungkinkan. Dan terakhir, mekanisme monitoring merupakan suatu keharusan. Tanpa monitoring, UU ini tidak bisa diimplementasikan.”
Bulan lalu, pembuat film asal Pakistan, Sharmeen Obaid Chinoy, meraih piala Oscar untuk film dokumenternya soal para perempuan yang wajahnya dilempari asam. Ia mendedikasian penghargaan itu untuk para korban dan mereka yang berkerja di lapangan bagi rehabilitasi para korban.
            Jauh dari Hollywood, di Pakistan para korban pelemparan asam merasa masih banyak yang harus dilakukan untuk mendapatkan keadilan.
            Artikel ini pertama kali disiarkan di Asia Calling, program radio aktual dari kawasan Asia yang diproduksi KBR68H, kantor berita radio independen di Indonesia. Asia Calling disiarkan dalam bahasa lokal di 10 negara di Asia. Temukan cerita lainnya dari Asia Calling di www.asiacalling.org. dan dengarkan relay programnya di  BAFP RADIO STREAMING setiap Rabu jam 20.00 WIB dan Minggu jam 20.00 WIB

No comments:

Post a Comment