Monday, March 19, 2012

Terancamnya Candi Budha Terbesar di Asia Tenggara


Terancamnya Candi Budha Terbesar di Asia Tenggara
Quinawaty Pasaribu (Asia Calling/Jambi)

Antrian panjang truk yang mengangkut batubara menunggu sepanjang jalan, menuju ke arah candi Muarojambi.
            Lima perusahaan menggunakan daerah candi ini untuk menimbun batubara sebelum diekspor ke luar negeri.  Mereka sudah beroperasi sejak 2009, mengantongi izin dari pemerintah setempat.
            Penjaga keamann perusahaan menjaga daerah itu dan menanyakan izin masuk bagi siapapun yang ingin masuk ke dalam kompleks candi.
Lebih dari 300 perusahaan penambangan beroperasi di provinsi ini. Sebagian besar menimbun batubara di Desa Muarojambi, sebelum mengangkut batu bara dengan kapal untuk dikirimkan ke India.
            Salah satu candi Muarojambi ada di desa. Luas kompleks candi ini 2 ribu hektar lebih --- terbedar di kawasan Asia Tenggara, bahkan dibandingkan Candi Borobudur di Pulau Jawa dan Angkor Wat di Kamboja.
            Candi baru ditemukan pada tahun 1974, tertutup tanaman dan semak belukar. Sampai saat ini baru 11 candi utama yang dipugar.
Dari total seluruh kompleks candi diperkirakan baru 6 persen yang sudah direstorasi. Puluhan lainnya masih terkubur di bawah gundukan tanah yang disebut “menapo”.
            Candi-candi ini dibangun pada abad ke-7 dan baru ditemukan pada tahun 1970-an. Candi ini tengah menunggu peresmian UNESCO untuk masuk daftar situs budaya dunia.
            Semua candi ini terancam rusak karena timbunan batu bara di sekelilingnya.
            Cairan asam yang dihasilkan batu bara mencemari sungai, dan ini bakal merusak peninggalan bersejarah yang masih terkubur.
            Junus Sastrioatmodjo adalah arkeolog yang terlibat dalam upaya pelestarian Candi Muarojambi.
             “Batubara merupakan fosil kayu cenderung pecah jadi kecil-kecil. Kalau angin menuju ke sana ya otomatis tertimbun di Muarojambi. Selain meracuni pernapasan masyarakat, dia juga akan tertimbun di dalam kawasan yang kita lindungi. Sifat batubara tidak bisa diserap oleh tanah, dia akan tetap jadi batubara. Lama-lama kawasan ini akan rusak.”
            Bupati Muarojambi, Burhanuddin Mahir mengklaim candi-candi itu sudah  dilindungi.

 “Jadi ini misalnya izin si A dua hektar misalnya di tengah-tengah ada situs. Nah situs itu kita amankan.
Tanya:  Cara mengamankannya bagaimana pak?
Burhanuddin: Nah apa namanya… Mereka kan minta dipagar.
Sudah dipagar?
Burhanuddin: Ooo, sudah. Jadi gak ada itu situs kita timbun tidak ada.”

Namun faktanya salah satu “menapo” tidak ada pagar. “Menapo” ini berada dalam kompleks perusahaan, dan hanya berjarak 50 meter dari timbunan batu bara.
            Menurut Burhanuddin, batubara merupakan sumber pemasukan utama provinsi Jambi – mencapai hampir 10 miliar rupiah pada 2010.
            “Kalau itu kita jadikan kawasan dengan letak geografis semacam itu yang mau kita jaga kan situs-situs sporadic. Di situ ada situs kecil, kita harus korbankan aktivitas ekonomi? Itu pertanyaan saja. Saya selaku pimpinan daerah kita harus bicara ke situ jadi menurut saya yang komprehensif semua jalan, aktivitas ekonomi kita jalankan. Yang sifatnya sporadic kita amankan, tidak pernah kita rusak.”
            Tapi bukan hanya candi yang rusak.  Warga setempat juga mengeluhkan debu  batu bara yang beterbangan.
            Diana, salah satu warga, mengatakan, “ Abu, debu kan sampai ke dalam rumah. Terganggulah kalau angin nyeberang.”
            “Kalau bergerak di soal ini perusahaan, harus ada kompensasi untuk warga, seharusya. Tapi karena kita gak pendidikan kan, berdiri berdirilah situ. Kayak mana tuh, yang ada dia kompensasinya,” ujar warga lain, Mualimin.
            Tanah kompleks candi tidak hanya digunakan oleh sejumlah perusahaan batubara tapi juga ribuan orang yang tinggal di sana.
            Kepala Bagian Perekonomian dan Sumber Daya Alam Kabupaten Muarojambi, Doddy Irawan, menuturkan, pemerintah setempat ingin melestarikan candi-candi itu, tapi tidak ingin menggusur warga desa.
            “Apa mbak mampu memindahkan orang sebanyak itu? Ada berapa desa di situ mbak yang memang sudah turun temurun disitu. Kan mereka juga gak tahu dulu ada candi di situ.”
            Namun banyak yang yakin, kepentingan utama pemerintah bukanlah warga. Menurut Ketua Harian Dewan Kesenian Jambi, Naswan Iskandar, pemerintah hanya melindungi industri batubara.
             “Saya bilang sama masyarakat Muarojambi, ayolah kita sama-sama itu. Toh juga kalian gak dapat apa-apa. Itu kan perusahaan padat modal bukan padat karya, batubara, CPO, sawit. Ya paling jadi kuli.”
            Para aktivis, akademisi dan pemerhati budaya membentuk Perhimpunan Pelestarian Muaro Jambi (PPMJ) dan membuat petisi ‘Save Muarojambi’.
            Petisi lewat internet ini sudah menggalang 2500 tanda tangan dari seluruh Indonesia.
            Ribuan warga lokal juga menandatangani spanduk putih besar untuk mendukung pelestarian candi-candi itu.
            “Kita akan buat gerakan masyarakat untuk menyelamatkan situs Muarojambi. Begitu penting nilainya. Jadi ini langkah awal gerakan moral masyarakat melalui petisi yang kita launching ini,” ujar salah satu penggagas petisi, Metta Dharmasaputra.
            Kalau tidak dilindungi, Indonesia bisa kehilangan salah satu pusat agama kuno yang luar biasa, kata arkeolog senior  Mundardjito.
            ”Nah kalau itu terancam terus merusak, semua jadi rusak lalu kalau kita bawa anak cucu kita dulu di sini ada lho candi. Mana sekarang? Udah gak ada. Katanya. Di sini ada Astano, mana? Udah gak ada. Dongeng nih bapak. Emang negara kita negara dongeng.”
            Setiap tempat bersejarah di Indonesia dilindungi oleh Undang-Undang Cagar Budaya Tahun 2010.
            Siapapun yang merusak atau menjual salah satu bagian cagar budaya yang penting diancam hukuman penjara 15 tahun dan denda setinggi 100 juta rupiah.
            Namun hukum ini masih belum diberlakukan karena Presiden Susilo Bambang Yudhyono belum menandatangai peraturan yang diperlukan untuk memberlakukan undang-undang itu.
September tahun lalu, Presiden mengunjungi Muarojambi dan berjanji untuk mengukuhkannya sebagai cagar alam budaya dunia yang harus dilindungi.
            Februari lalu, Kementerikan Pendidikan dan Budaya berjanji untuk membuat pemetaan wilayah candi sebagai langkah pertama untuk melindunginya.
            Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Wiendu Nuryanti menuturkan,"Dengan surat keputusan menteri tadi, maka kita bisa berbuat banyak. Sebagai contoh, batas-batasnya itu bisa kita pagari secepatnya, yang otomatis kalau di dalam pagar itu ada kegiatan apakah industri atau apa saja, yang dirasa bisa mencemarkan kawasan, bisa mengganggu keberadaan dari nilai penting dari cagar budaya tersebut, bisa menimbulkan kekhawatiran-kekhawatiran, ini segera harus distop. Diberhentikan.”
Namun warga desa sekitar Candi Muarojambi menuntut lebih.
            “Mengenai stockpile batubara ya cabut dari sini. Karena kalau memang kawasan ini perlu dilindungi saya rasa PB3 dan dinas pariwisata sebelum stockpile itu ada sudah diketahui. Saya rasa dari pihak pemerintah harus tegas dalam membuat aturan,” ujar Muchtar, salah satu warga Muaro Jambi.
            Warga yang lain, Husni, mengatakan, “Jalan satu-satunya mau ditutup tapi apakah nanti candi akan dipugar hanya seperti itu saja? Kalau itu mengurangi nilai untuk menjadi warisan budaya kan memang harus benar ditutup perusahaan yang ada di situ. Kalau harus ada ketegasan dari pemerintah pusat kalau lahan ini gak boleh digunakan untuk tambang batubara.”
            Artikel ini pertama kali disiarkan di Asia Calling, program radio aktual dari kawasan Asia yang diproduksi KBR68H, kantor berita radio independen di Indonesia. Asia Calling disiarkan dalam bahasa lokal di 10 negara di Asia. Temukan cerita lainnya dari Asia Calling di www.asiacalling.org. dan dengarkan relay programnya di  BAFP RADIO STREAMING setiap Rabu jam 20.00 WIB dan Minggu jam 20.00 WIB

No comments:

Post a Comment