Sunday, September 23, 2012

Nama Sekolah Membawa Bencana

Nama Sekolah Membawa Bencana

 Sunil Neupane
Asia Calling/Kathmandu, Nepal

Di Nepal, anak-anak bisa melanjutkan sekolah ke Akademi Albert Einstein. Atau orangtua bisa juga mengirim anak mereka bersekolah di Sekolah Lanjutan Liverpool atau Institut NASA.
Sekitar 250 sekolah swasta di  Kathmandu memakai nama dalam bahasa Inggris sebagai cara untuk menarik minat pelajar maupun lembaga donor. Mereka mengikuti atau mengadaptasi kurikulum internasional dan menarik biaya sekolah yang mahal.
Ada nama yang diambil dari toko sejarah seperti 'Einstein', nama tempat seperti ‘Florida’ atau kata-kata dalam bahasa Inggris seperti ‘Highway Garden’. Sebagian besar nama sekolah swasta di Nepal menggunakan bahasa Inggris.
Tapi kini pemerintah ingin mengubahnya. Mereka melarang pemakaian nama dalam bahasa Inggris dengan alasan ini menyerang budaya Nepal. Tapi ini bukan sekedar soal nasionalisme.
Fraksi Partai Komunis Nepal yang berkuasa tidak menyukainya. Organisasi sayap pelajar partai itu mengambil langkah dengan langsung menutup sekolah-sekolah itu.
Dalam jumpa pers di  Kathmandu, koordinator organisasi ini, Sharad Rasayeli, mengumumkan kalau mereka sudah menutup 40 sekolah yang memakai nama asing. Mereka menghancurkan perabotan sekolah dan meminta para murid untuk tinggal di rumah.
“Nama sekolah mencerminkan identitas bangsa dan ada begitu banyak sekolah di negara kita yang menggunakan nama kota di luar negeri atau tim sepakbola popular,” ujar Sharad.
“Contohnya Liverpool College yang menggunakan logo yang sama dengan klub sepakbola Liverpool dari Inggris. Pemilik sekolah ingin mendapatkan uang dari para orangtua dengan menjual nama sekolah dalam bahasa asing. Ini yang membuat kami keberatan.”
Perhimpunan pelajar itu mengklaim aksi mereka berlangsung damai. Namun pemerintah menyatakan kalau kelompok itu merusak dan menghancurkan fasilitas sekolah bahkan membakar sebuah bus sekolah.
Mereka juga menyerang Sekolah Rato Bangala, yang tidak berbahasa asing. Dan tidak semua sekolah bernama asing diserang.
Jurnalis pendidikan dari Kantipur Daily, Anamolmani Poudel, mengatakan ini bukan sekadar soal nasionalisme.
“Ada alasan politik di balik ini. Baru-baru ini partai terbesar Maois terpecah dan salah satu faksi membentuk partai politik radikal baru. Mereka akan melaksanakan kongres mereka yang pertama dalam beberapa bulan mendatang. Mereka minta dana dari sekolah-sekolah swasta. Nah sekolah yang menolak dijadikan target.”
Awal bulan ini, Kementerian Pendidikan melarang sekolah swasta menggunakan nama berbahasa asing.
Dr. Rosenath Pandey, juru bicara Kementerian Pendidikan, mengatakan: “Anda bisa temukan nama seperti Pentagon, White Field dan banyak lagi dan ini harus diubah. Kita punya UU Pendidikan yang secara jelas menyatakan nama sekolah harus mencerminkan budaya Nepal. Tapi ini dilanggar sekolah swasta.”
“Beberapa sekolah menggunakan nama dalam bahasa Inggris untuk menarik para murid. Kita harus buat aturan yang jelas. Kami meminta sekolah-sekolah itu mengganti namanya tanpa menarik biaya.”
Menurut Asosiasi Sekolah Menengah Atas, mayoritas dari 750 sekolah swasta di Nepal menggunakan nama dalam bahasa Inggris.
“Ini bukan kebijakan yang bagus karena nama sekolah adalah merek kami. Kami sudah menyediakan berbagai program selama bertahun-tahun’” tutur Yuwaraj Sharma, Wakil ketua Asosiasi.
“Tidak ada yang mengharapkan nama itu diubah. Kami sudah berdiri satu hingga dua dekade dan punya puluhan ribu lulusan. Mereka menerima sertifikat dari sekolah itu. Mengapa kami harus mengganti nama sekolah?”
Pakar pendidikan, Dr. Bidhyanath Koirala, mengatakan ini cuma soal teknis kecil.
“Sekolah bisa membuat sertifikat baru. Mereka bisa menuliskan di dalamnya nama sekolah lama yang kini diganti nama baru. Hal yang mudah dan seharusnya tidak jadi masalah. Ini juga terjadi di negara lain. Beberapa universitas dilebur atau dipindahkan, dan mereka ganti nama. Ini tidak sulit.”
Sekolah swasta yang menggunakan nama dalam bahasa asing diperintahkan untuk mengubah namanya dalam waktu enam bulan mendatang. Tapi Asosiasi Sekolah Menengah Atas bersiap untuk melakukan perlawanan.
“Asosiasi kami belum mengambil keputusan resmi. Kami masih melakukan serangkaian diskusi terkait masalah ini. Tapi bagi kami, pemerintah seharusnya memberi kompensasi untuk mengubah nama sekolah. Itu adalah merek kami dan kami sudah berinvestasi besar untuk itu. Pemerintah harus berhadapan dengan hukum terkait hal ini,” ujar Yuwaraj Sharma, anggota asosiasi dan pemilik White House College.
Dikshya Basne juga dari White Gold College tidak ingin sekolahnya berganti nama.
“Tidak bagus bila harus ganti nama. Kami belajar bahasa Ingris di sekolah jadi mengapa kami tidak boleh menggunakan nama dalam bahasa Inggris untuk nama sekolah?” ujar Dikshya.
“Nama dalam bahasa Nepal tidak cocok untuk sekolah. Misalnya, saya belajar di White Gold College. Bila kata itu diterjemahkan dalam bahas Nepal, bunyinya tidak bagus. Sekolah NASA bila diterjemahkan ke dalam bahasa Nepal akan menjadi 'pembuluh darah' sementara Liverpool menjadi 'kolam merah'. Jadi jangan paksa sekolah kami ganti nama.”
Pratik Dhakal, 19 tahun, yang bersekolah di Akademi Prasadi mengatakan yang lebih penting adalah kualitas pendidikan.
“Jika sekolah tidak menawarkan kualitas yang bagus mengapa mereka pakai nama dalam bahasa asing? Tapi jika mereka menjanjikan pendidikan yang bagus, mereka bisa mempertahankan nama itu. Saya belajar di Prasadi, yang artinya 'pemberian dari Tuhan' dalam bahasa Nepal dan sekolah ini menawarkan pendidikan yang bagus pada saya.”
Artikel ini pertama kali disiarkan di Asia Calling, program radio aktual dari kawasan Asia yang diproduksi KBR68H, kantor berita radio independen di Indonesia. Asia Calling disiarkan dalam bahasa lokal di 10 negara di Asia. Temukan cerita lainnya dari Asia Calling diwww.asiacalling.org. dan dengarkan relay programnya di  BAFP RADIO STREAMING setiap Rabu jam 20.00 WIB dan Minggu jam 20.00 WIB

No comments:

Post a Comment