Sunday, September 23, 2012

Mengambil Resiko Di Atas Catwalk Pakistan


Mengambil Resiko Di Atas Catwalk Pakistan
Mudassar Shah
Asia Calling/Peshawar, Pakistan
Peragaan busana sedang menjamur di Pakistan – termasuk di Peshawar, salah satu kota paling konservatif di negeri itu.
Jadwal Nagina Nawaz, 21, sangat padat. Sehari-hari dia bekerja sebagai perawat di rumah sakit lokal, Peshawar. Tapi di malam hari, ia mengejar impiannya – menjadi penyanyi dan model.
 “Saya pindah ke Peshawar karena  masyarakat di daerah saya tidak suka perempuan yang suka keluar rumah dan menjadi penyanyi, penari, aktris, atau model. Saya kesulitan sekali waktu ditelfon, disuruh audisi. Saya sendirian dan tidak ada saudara saya yang bersama saya.”
                Ada paling sedikit satu peragaan busana setiap bulan –  satu mimpi yang menjadi kenyatan bagi para model dari komunitas Pashtun lokal,  yang bercita-cita tinggi. Tapi, tak mudah bagi para perempuan untuk berjalan di atas catwalk di sini.
                Pada 2002, ketika koalisi agama konservatif menguasi pemerintahan provinsi setempat, gambar-gambar para perempuan tak boleh muncul di berbagai papan iklan.
                Meski koalisi tersebut kehilangan kekuasaan mereka, para model masih beresiko tinggi untuk tampil di atas panggung.
                Nagina tinggal sendirian di Peshawar, setelah meninggalkan keluarganya selama empat tahun di Lakki Marwat di bagian selatan negara bagian ini, yang berdekatan dengan salah satu basis militan.
                Kini, hanya ibunya yang tahu di mana ia berada–  tempat tinggalnya dirahasiakan dari anggota keluarga laki-laki, yang bisa bereaksi dengan keras jika tahu saudara perempuan mereka jadi model.
                Dia ingat penampilan pertamanya di atas catwalk . Saat itu bulan Oktober tahun lalu, ini adalah kali pertama dilangsungkan peragaan busana di Peshawar. 
                 “Saya khawatir dan takut sekali waktu saya berjalan di atas catwalk. Ada begitu banyak orang yang menonton, dan di luar orang-orang berdemo menentang pertunjukkan ini. Saya takut bakal ada ledakan bom di luar tempat itu. Saya mau bilang apa sama keluarga, kalau sampai terluka? Sebagian besar keluarga saya tidak tahu soal karir ini.”
                Malam ini ada satu pertunjukan yang diadakan di satu hotel mewah  di Peshawar – Nagina sedang siap-siap bernyanyi di atas panggung. Dia menggunakan menit-menit terakhir untuk berlatih sekali lagi.
                Musik dan pergaan busana malam ini diadakan oleh GREO, satu sekolah pencari bakat untuk para penyanyi Pasthun. Nagina adalah salah satu siswa di sana. 500 lebih orang berkumpul di halaman berumput hotel itu.
Nagina sukses bernyanyi malam ini – dan kini sudah siap berjalan di atas catwalk.  Ia merancang bajunya sendiri – satu baju panjang berwarna merah dengan syal yang serasi. Ia lantas berjalan dengan berani serta percaya diri di atas catwalk.
Banyak warga lokal yang tidak suka dengan acara seperti ini. Abdul Jabbar mahasiwa berusia 24 tahun tidak ikut pesta itu – ia hanya lewat  saja di luar hotel. Tapi dia tahu  soal acara yang diadakan di dalam  - dan menurutnya itu adalah dosa.
                “Peragaan busana seperti ini dan para perempuan yang berjalan di atas catwalk bertentangan dengan budaya Pashtun dan agama kami,” ujar Abdul.
Tidak ada orang yang bisa membenarkan hal ini, meski para perempuan punya ribuan alasan. Ini hal yang buruk dan tidak bisa berubah menjadi baik karena pembenaran apapun. Ini adalah aib bagi keluarga para perempuan untuk berjalan di depan orang-orang yang mereka tidak kenal.
Menurut Abdul, perempuan yang memamerkan tubuh kepada para penonton lelaki adalah dosa,  pergaan busana atau apapun namanya.
Saya menentang para militan, tapi kalau mereka menjadikan acara ini sebagai sasaran mereka, saya akan sangat mendukung itu, karena acara-acara seperti ini harus dihentikan dengan paksa.”
                Sementara itu, Saima Amir, penyelenggara acara ini, mengaku hanya menyediakan panggung untuk para perempuan Pashtun untuk menunjukkan bakat mereka dalam akting, bernyanyi dan menjadi model.
“Para ekstrimis dalam masyarakat Pahstun selalu mementang baju-baju yang dipakai para model dalam peragaan busana. Tapi saya merancang baju-baju yang bisa diterima dalam budaya kami untuk para model, jadi mereka tidak bisa menolak,” ujar Saima yang juga pemilik sekolah bakat GREO – satu-satunya sekolah seperti itu di Peshawar yang dijalankan oleh perempuan.
Generasi muda suka menjadi model dan dunia busana. Saya dukung mereka supaya bisa mengekspresikan apa yang mereka suka. Tidak ada yang salah kalau ini sesuai dengan budaya mereka.”
                Di balik sorotan  lampu dan perhatian para penonton, Nagina menegaskan betapa seriusnya dia untuk karir ini.
                “Setiap malam saya selalu bermimpi jadi model dan penyanyi papan atas di negeri ini, dan saya akan punya banyak penggemar. Saya bekerja dan berjuang keras untuk ini. Ini adalah impian saya, saya tidak bernyanyi dan berjalan di atas catwalk untuk dapat uang. Ini adalah ambisi hidup saya!”

Artikel ini pertama kali disiarkan di Asia Calling, program radio aktual dari kawasan Asia yang diproduksi KBR68H, kantor berita radio independen di Indonesia. Asia Calling disiarkan dalam bahasa lokal di 10 negara di Asia. Temukan cerita lainnya dari Asia Calling diwww.asiacalling.org. dan dengarkan relay programnya di  BAFP RADIO STREAMING setiap Rabu jam 20.00 WIB dan Minggu jam 20.00 WIB

No comments:

Post a Comment