Friday, July 27, 2012

Anak Muda Kashmir Ngerap Memperjuangkan Hak-Hak Azasi




Anak Muda Kashmir Ngerap Memperjuangkan Hak-Hak Azasi
Felix Gaedtke and Gayatri Parameswaran
Asia Calling/Kashmir, India

    Musik rap sudah dikenal di Kashmir – dan kini mejadi alat anak-anak muda untuk menyuarakan protes mereka.
                ‘Rap Protes’ ini berawal dua tahun lalu, ketika ribuan orang Kashmir berunjuk rasa di jalanan,  melawan penjagaan ketat militer India di daerah itu.
                Kini ada lebih dari 12 rapper pemrotes terkenal di Kashmir, yang terpaksa tampil di tempat rahasia supaya tidak ditangkap.
                Lagu rap berjudul ‘I Protest’ (Saya Protes) sudah menjadi semacam ‘lagu kebangsaan bagi para pengunjuk rasa orang Kashmir yang mereka nyanyikan dua tahun lalu. Waktu itu, ratusan orang dibunuh karena tindakan paramiliter India di Kahsmir.
                Lagu yang  dibawakan rapper lokal MC Kash, liriknya  berbunyi “Surgaku terbakar karena pasukan lepas kendali dengan tembakan mereka.”
                MC Kash salah satu rapper pemrotes pertama Kashmir yang menggunakan bahasa Inggris untuk menceritakan apa yang terjadi di daerahnya ke seluruh dunia. Karena menggunakan musik rap, ia harus tampil di tempat rahasia. Pasalnya setelah lagunya diluncurkan lewat internet, polisi menggerebek studio rekamannya, dan menanyai para staf untuk melacak sang rapper itu.
                Kashmir sudah berkonflik sejak tahun 1947 -  India dan Pakistan sama-sama mengklaim wilayah itu dan akibatnya berperang dua kali. Kini Lembah Kashmir  dijaga lebih setengah juta tentara India. Sebagian besar dari 10 juta warga Kashmir punya sentimen anti-India yang kuat.
                Rap berawal di Kashmir beberapa tahun lalu – tapi kini para rapper pemrotes lebih disorot. Haze Kay, yang berusia 20-an tahun,  seorang rapper pemrotes di lembah itu. Lagunya berjudul ‘Azaadi’ berarti ‘kebebasan’ dalam bahasa Urdu. 
                Tahun lalu, polisi memaksanya menurunkan lagu tersebut dari situs web ReverbNation – di sanalah sebagian besar fans mendengarkan lagu  rap protes di internet. Menurut dia, musiknya bercerita soal kehidupan nyata di Kashmir.
                 “Banyak hal yang sudah terjadi, dan banyak hal yang sedang terjadi. Seperti di Kashmir, mungkin Anda melihat unjuk rasa di TV dari hari ke hari. Akan ada orang-orang yang lempar batu dan melakukan segala macam hal. Musik saya bercerita soal itu,” ujar Haze Kay.
Kenapa  orang turun ke jalan dan berunjuk rasa? Kenapa orang harus lempar batu dan melempari orang-orang pemerintahan? Musik saya mengangkat isu-isu seperi itu. Mereka tidak bisa menjangkau media, atau massa, tapi sayalah yang menyediakan alatnya. Anda tinggal sampaikan pada saya pesan, kata-kata dan perasaan Anda, lalu saya akan menyebarkannya ke seluruh dunia.  Itulah yang saya lakukan dengan musik saya.”
                Dalam musik mereka, para rapper pemrotes mempertanyakan berbagai pelanggaran hak asasi manusia.
                Tahun lalu, Pervez Imroz, seorang pengacara hak asasi manusia, menemukan satu kuburan massal yang berisi 2000 jenazah. Ia mengatakan, sebagian besar jenazah itu adalah orang-orang yang dihilangkan secara paksa oleh militer India. Tak lama setalahnya, Komisi Hak Asasi Manusia mengkonfirmasi penemuan Imroz.
                 “Kuburan-kuburan itu berasal dari mana? Siapa orang-orang yang dikubur di sana? Dan kalau begitu banyak orang dikubur di dalam sana, kapan itu terjadi? Ini sudah terjadi sejak 10 atau 15 tahun  yang lalu. Tapi tidak ada yang tahu soal itu. Itulah yang menjadi fokus musik saya,” tutur Haze Kay.
Kalau ada satu hal yang terjadi dan yang semestinya tidak dilakukan, maka harus ada keadilan. Masyarakat harus tahu soal itu.  Saya hanya mengatakan, saya tinggal di sini. Saya ada di sini, saya memberikan suara saya dengan baik. Saya ikut Pemilu. Kalau begitu, berikan hak-hak saya. Buatlah satu suasana atau tempat dimana saya merasa aman.”
                Ibunda  Haze Kay mengaku takut kalau anak laki-lakinya nantinya bermasalah karena mengkritik pemerintah. Pasalnya, banyak rapper pemrotes yang diancam dan diintimidasi.
                Perasaan takut juga menghantui rapper lainnya MC Youngblood, yang dikenal sebagai Qasim Hyder.
“Saya dengar studio rekaman sering digerebek polisi. Saya pikir itu juga akan terjadi sama saya. Dan kalau saya ditangkap, saya akan dihukum berdasarkan UU Keamanan Publik dan hidup saya akan hilang begitu saja. Lalu saya akan masuk penjara.” 
                Undang-Undang Keamanan Publik mengizinkan polisi menahan para tersangka selama dua tahun tanpa dituntut, jika pihak pihak berwajib menyatakan mereka adalah ancaman bagi negara.
                LSM Amnesti Internasional melaporkan pada tahun 2010 saja, 2000 orang termasuk anak-anak ditangkap berdasarkan UU itu. 
Para rapper pemrotes menempatkan musik mereka sebagai pusat perjuangan Kashmir. Tapi tak semua orang  ingin menggunakkan rap untuk tujuan  itu.
                Musik rap yang tidak ada kaitannya dengan politik sudah ada sejak beberapa tahun lalu dan kini makin berkembang.
                ‘Rap Impact’  lomba rap pertama di  Kashmir dan akan diadakan pada bulan depan. Lomba ini terbuka bagi siapa saja, tapi dengan satu persyaratan, tidak boleh ada rap protes. DJ Aki dan perusahaan event organizer Markus Kraft mengadakan lomba ini.
                “Sebanarnya kalau bicara soal rap Kashmir, banyak orang yang melakukan rap protes, yang saya larang keras dalam acara ini, karena saya tidak ingin para penonton jadi kasar. Penonton bisa jadi brutal dan kecelakaan juga bisa terjadi yang akan merusak  acara ini. Kami hanyalah seniman dan bukan politisi, tutur DJ Aki. 
                Arshad bersaudara, Habib dan Hamza akan ikut lomba ini. Hamza, 17 tahun, sudah ngerap selama empat tahun, dan menggunakan bahasa Punjabi  yang merupakan bahasa ibunya.
                 “Saya ngerap dalam bahasa Punjabi. Saya belajar rap Punjabi dari  mentor saya Bohemia.  Selama empat tahun terakhir, saya terus ngerap  dalam bahasa Punjabi. Kalau Anda lihat arti dari rap, artinya adalah irama dan puisi. Berarti Anda harus mengekspresikan pandangan Anda.”
                Tapi Hamza dan saudara laki-lakinya mengatakan, tidak punya pandangan politik soal Kashmir.
 “Saya cinta India. India adalah tanah air saya, tegas Hamza.
        Lomba ini bakal menyemarakkan suasansa setempat. Tapi para rapper pemrotes tidak akan diam saja.

                MC Youngblood membawakan lagu ‘The Final Stand’ (Tempat Terakhir)  Lagu ini menyoroti berbagai kuburan massal – liriknya berbunyi  “Kucuran darah mengalir di surga, kesunyian di kuburan berubah menjadi  jeritan-jeritan mengerikan…”
                Selama kekerasan terus terjadi di Kashmir,  berbagai protes juga akan terus berlanjut.

Artikel ini pertama kali disiarkan di Asia Calling, program radio aktual dari kawasan Asia yang diproduksi KBR68H, kantor berita radio independen di Indonesia. Asia Calling disiarkan dalam bahasa lokal di 10 negara di Asia. Temukan cerita lainnya dari Asia Calling diwww.asiacalling.org. dan dengarkan relay programnya di  BAFP RADIO STREAMING setiap Rabu jam 20.00 WIB dan Minggu jam 20.00 WIB




No comments:

Post a Comment