Monday, April 16, 2012

Perempuan Afghanistan Masuk Militer


Perempuan Afghanistan Masuk Militer
Abdul Ghayor Waziri (Asia Calling/Kabul, Afghanistan)
Ratusan tentara lelaki sedang berbaris di sekitar lapangan besar, dan hampir semuanya memakai seragam militer. 
            Di tempat terpisah di balik dinding semen, para calon tentara perempuan sedang berparade. Mereka mengenakan jilbab berwarna hitam dengan baju tentara loreng-loreng. Sang komandan menyuruh mereka berdiri tegak dan tetap dalam barisan.
“Nama saya Raziya. Saya salah satu calon tentara yang tengah dilatih di pusat pelatihan militer Afghanistan. Dulu kekerasan terhadap perempuan sering sekali terjadi dalam masyarakat. Itu sebabnya saya ingin menjadi perempuan  yang berbeda dari para perempuan lainnya.”
 “ Saya ingin menjadi orang mandiri, melayani orang lain, keluarga dan perempuan lainnya di dalam negeri saya. Selama 6 minggu pelatihan,  saya sudah merasakan banyak perubahan. Saya sudah belajar bahasa Inggris, ilmu perpetaan, bagaimana menggunakan walky-talky..dan keberanian kami juga sudah semakin meningkat,” ujar Raziya.
Lebih dari seribu perempuan kini bekerja di Departemen Pertahanan sebagai dokter, perawat dan staf administrasi. Baru-baru ini 63 perempuan lulus sebagai tentara dan 16 lainnya sedang menjalani pelatihan.
Siang itu para calon tentara sedang belajar bahasa Inggris. Latifa  Nabizada adalah salah satu peserta yang juga merasakan berbagai perubahan selama mengikuti pelatihan.
            “Dulu saya tidak merasa percaya diri, tapi sekarang saya sudah merasa jauh lebih baik. Saya ingin menjadi perempuan yang baik dan melindungi diri saya sendiri dengan baik. Orang harus bisa melayani masyarakat. Sekarang saya bisa membela Afghanistan dari  berbagai musuh. Saya berbeda dengan  para wanita dan anak perempuan muda lainnya.”
            Jegran Fahima Mosbah, komandan di pusat pelatihan yang melatih para calon tentara perempuan, mengatakan perempuan harus ada dalam tentara nasional Afghanistan.
 “Para perempuan hadir dalam setiap bagian masyarakat, jadi kami juga memerlukan mereka di dalam militer. Keluarga itu seperti satu bentuk kehidupan kecil yang membutuhkan para perempuan dan lelaki. Kalau kita menghilangkan salah satu diantara mereka,  maka keluarga itu akan hancur. Masyarakat juga mirip seperti keluarga yang memerlukan para perempuan, yang  harus ada dalam militer, dan  pemerintahan. Para petugas perempuan juga bisa melakukan penggeledahan ke rumah-rumah dan memeriksa para perempuan di sana. Mereka bisa lakuan itu di jalanan. Keuntungan lainnya kalau para perempuan ada dalam militer adalah kepercayaan masyarakat pada militer akan semakin meningkat.” 

Meski ada kebutuhan seperti ini,  Fahima Mosbah menuturkan para perempuan yang sedang dilatih bisa mengalami masalah dari para keluarganya sendiri.
             “Ya kami mengalami beberapa masalah. Contohnya waktu masa pelatihan ada satu peserta yang kehilangan ayahnya karena terkena serangan bom bunuh diri. Dia mendaftar juga ke sekolah ini. Dia ingin sekali masuk militer, tapi ia tidak ceritakan apa yang ia lakukan pada keluarganya. Waktu keluarganya tahu, mereka menelfon kami dan ingin mengambil anak mereka itu. Karena sepupunya tidak ingin dia masuk militer, kami memulangkananya malam itu juga.”
            Sebagian orang Afghan mendukung para perempuan untuk masuk tentara nasional. Salah satunya  adalah Assad.
             “Saya tahu masyarakat kami ini masih tergolong  masyarakat tradisional,  dan mereka akan mengalami banyak masalah dengan keputusan ini. Tapi menurut saya, mendafatarkan para perempuan ke dalam organisasi keamanan adalah langkah yang baik. Ketika rumah-rumah orang Afghanistan digeledah oleh para tentara nasional laki-laki, mereka seharusnya membawa tentara perempuan. Karena kalau para lelaki yang melakukannya, maka itu akan jadi masalah. Tapi kalau tentara perempuan ikut, itu tidak jadi masalah. Tapi akan butuh waktu bagai masayarkat untuk menerima para perempuan yang masuk militer.”
            Tapi Raziya, salah satu pelatih menuturkan, meski mengalami banyak masalah,  ia bisa mengatasinya.
“Kalau Anda memulai pekerjaan apapun, bukan saja militer, siapa saja akan megalami kesulitan dan masalah. Manusia selalu punya masalah dan kita harus mengatasinya.”

            Artikel ini pertama kali disiarkan di Asia Calling, program radio aktual dari kawasan Asia yang diproduksi KBR68H, kantor berita radio independen di Indonesia. Asia Calling disiarkan dalam bahasa lokal di 10 negara di Asia. Temukan cerita lainnya dari Asia Calling di www.asiacalling.org. dan dengarkan relay programnya di  BAFP RADIO STREAMING setiap Rabu jam 20.00 WIB dan Minggu jam 20.00 WIB

No comments:

Post a Comment